Karya: Arco Transept
Prolog: Hasan Aspahani
Epilog: Sofyan RH. Zaid
Penerbit: TareSI Publisher dan Lokomoteks
Epilog: Sofyan RH. Zaid
Penerbit: TareSI Publisher dan Lokomoteks
Cetakan Pertama: September 2017
Harga: Rp 50.000,-
Pemesanan: Tarebooks (FB) / +62811 1986 73 (WA)
Tak Bermusim
Aku mencintaimu
selembut angin pesisir
bertekuk lutut pada lekuk
tebing pipi yang tak bisa tersusur.
Aku mencintaimu
sederas arus laut mendebur debar
tepian tubuh yang tak menemui jantung
muara hulu dan hilir.
Aku mencintaimu sepanjang kesedihan
bermukim di matamu yang tak bermusim.
2016
----------
“...saya melihat kecerdikan Arco ketika di buku ini, dia menggarap tema-tema lokal tanpa terjebak pada lokalitas yang sempit. Arco menggarap, mengamati, merenungkan, dan memaknai kotanya sebagai imaji sajak-sajaknya....Sajak-sajak di buku ini memperlihatkan seorang Arco, penyair yang lebih tenang, lebih tertib, lebih kuat, lebih arif, dan tetap menawarkan gelegak yang kuat di balik ketenangan itu.” (Hasan Aspahani, Prolog)
Endorsemen
Arco telah menghidupkan sajak-sajaknya dengan mengolah kembali berbagai unsur lokal di tengah perkembangan zaman yang kian mengglobal. Itulah salah satu sisi menarik dari kerja menyairnya.
(Joko Pinurbo, Penyair)
Seperti kedai, puisi-puisi Arco Transept menawarkan begitu banyak warna. Seperti kota, puisi-puisinya didirikan dari banyak kenangan dan cita-cita. Sebagai pembaca, saya menyangka ada yang harus digali dari apa yang tersaji. Kisah Tan Bun An misalnya, atau seperti apa rasa kopi dari Jarai. Arco Transept mahir menyembunyikan perasaan dan membiarkan kita menebak apa yang akan meledak ketika membaca puisi-puisinya ini. (Dedy Tri Riyadi, Pekerja Iklan & Penyair)
Arco Transept sangat pandai memilih metafora, juga memilih dan menempatkan kata dengan kesadaran pentingnya irama. Ia mampu memperhitungkan dengan cermat, bagaimana sebuah kata tidak saja mengantarkan makna, akan tetapi juga mengantarkan bunyi. Hampir semua puisinya padat, meskipun pada dasarnya ia tengah memaparkan sebuah kisah,--kisah-kisah dalam bentuk narasi. Maka saya ingin menyebut, bahwa puisi-puisi Arco yang terkumpul dalam buku ini, adalah narasi-narasi pendek yang bernyanyi. Ia adalah penyair dengan kisah-kisah muram yang dinyanyikan dengan sendu.
(Hanna Fransisca, Penyair dan Prosais. Tokoh Sastra Pilihan Majalah Tempo 2011)
Puisi Arco membuat saya kembali meyakini bahwa alam dunia beserta isinya, laku manusia maupun pikirannya, adalah sumber ilham yang tiada habisnya bagi penyair. Sebagian karyanya pun berpotensi menjadi sajak mumpuni: bahasanya mengalir, metaforanya hidup, dan mencoba tanpa pretensi untuk melebih-indahkan apa yang dia jumpai. Tapi, penciptaan puisi memang misteri. Pengalaman empirik dan perenungan hingga ke relung batin saling menyusun-menjalin, kadang dalam tahap dan rupa tak biasa; kesabaran dalam menyiangi kata dan menumbuhkan makna tetaplah dibutuhkan. Bagaimanapun, patutlah kita mengapresiasi buku ini, sebagai tanda bahwa puisi masih diyakini peran dan arti kehadirannya.
(Ni Made Purnamasari, Pemenang Manuskrip Puisi Dewan Kesenian Jakarta 2015)
Bagikan ya:
comment 0 comments
more_vert